![]() |
Foto Dewi Mutiara Guru Wali Kelas 2-B |
Tangerang (beritanewsbanten.com) ---Seorang wali siswa (peserta didik) Mariam Syanariah wali dari Callysta kelas 2-B SDN Parapat 2 kota Tangerang merasa dipojokkan dan dikucilkan oleh wali siswa lainnya, akibat dia tidak mau memilih (golput) pemilihan bendahara wali siswa yang baru. Bahkan cucunya Callysta juga merasa tidak nyaman karena ulah teman kelasnya.
Mariam akhirnya menceritakan kejadian yang dialami itu
kepada DM wartawan media ini, yang kebetulan sudah lama dikenal. Tentu saja DM
tidak mau mendengar hanya dari sepihak dan akan melakukan konfirmasi kepada
pihak sekolah bagaimana duduk persoalan yang sebenarnya.
Seperti, sikap Devi Linda selaku Operator Sekolah atau Operator Satuan Pendidikan (OSP) yang arogan
saat rapat pemilihan bendahara kas wali siswa sekarang, Tiya Karim.
Begitu juga, apakah benar iuran yang dikumpulkan dari setiap
wali siswa Rp 10.000 per bulan untuk kas, digunakan membeli spidol, penghapus
papan tulis, sapu, pelan, tempat sampah, beli dan servis kipas.
Kalau ternyata itu benar, sekalipun atas kesepakatan wali siswa,
itu termasuk pungutan liar (pungli). Kenapa tidak, karena itu sudah ada di
ARKAS (Aplikasi Rencana Kegiatan dan Anggaran Sekolah) yang dibiayai dana BOS.
Apalagi, sangat bertentangan dengan program presiden terpilih Prabowo-Gibran
yaitu makan siang siswa gratis.
Lebih lanjut, Mariam mengatakan, ada seorang guru
menyinggung soal cucunya Callysta yang sudah kelas 2 tetapi belum bisa membaca.
“Saya bilang, muridnya saja udah kelas 3 tidak bisa membaca. Lagi pula, saya
sekolahkan cucu saya di sekolah ini supaya bisa baca-tulis dan pintar,”
ucapnya.
Mendengar semua cerita Mariam, wartawan DM berangkat ke
sekolah SDN Parapat 2 dengan tujuan konfirmasi. Namun, orang akan ditemu pada menghindar.
Anehnya, Devi Linda OSP dan Dewi Mutiara
guru wali kelas 2-B saling chatting di WhatsApp (WA) group wali siswa. Yang
intinya menyindir profesi DM sebagai wartawan.
“Kalau perlu mau ada wartawan, saya punya kenalan wartawan
bu Dev. Ini wartawan surat kabar asli ya, bukan abal2 yg ngaku2 wartawan,”
tulis Dewi Mutiara dalam chatnya.
Tentu saja, DM sangat tersinggung atas ucapan Dewi
tersebut yang menuduhnya wartawan
abal-abal atau wartawan gadungan. Padahal, DM adalah wartawan benaran, anggota
PWI kabupaten Tangerang dan punya media sendiri.
Untuk kedua kalinya, tepatnya Senin, 09 September 2024 wartawan media ini kembali datang ke sekolah SDN Parapat 2 untuk konfirmasi terkait
keluhan yang dialami Mariam Syanariah dan cucunya Callysta. Kedatangan wartawan
diterima kepala sekolah Bu Sri Mulyani dan kemudian didampingi Pak Joko guru
wali kelas 6.
Ketika ditanya kronologis permasalahan yang dialami Mariam,
Sri Mulyani mengatakan sebenarnya tidak
berkaitan dengan pihak sekolah. “Setahu saya itu karena ada saling sentimen
sesama wali siswa,” katanya.
Tetapi setelah ditanya, apa benar pergantian bendahara kas
wali siswa kelas 2-B dari bendahara lama (kelas 1-B) kisruh atau ada keributan
antar wali siswa, Mulyani mengatakan mengetahui dan meminta supaya diselesaikan
sesama wali siswa secara damai.
“Mengenai Bu Mariam
merasa dipojokkan atau dikucilkan dan dikeluarkan dari group WA wali siswa
kelas 2-B saya tidak tahu. Begitu juga Callysta yang merasa tidak nyaman karena
ulah teman-temannya,” tandasnya dan Mariam sudah ada di tempat ikut
mendengarnya.
Lalu mengenai adanya iuran bulanan Rp 10.000 setiap wali
siswa yang disetorkan kepada bendara,dan digunakan untuk keperluan sekolah, Mulyani
mengatakan, itu adalah inisiatif dan kesepakatan wali siswa sendiri. “Kami
tidak pernah menyuruh atau meminta hal itu kepada wali siswa,” tuturnya
Terkait keluhan Mariam yang cucunya merasa tidak nyaman
karena diganggu oleh teman-temannya, Mulyani berjanji akan membicarakan kepada
wali kelasnya Dewi, supaya menasehati dan mengawasi peserta didiknya tidak
mengganggu teman. Namun, Mariam meminta agar Dewi dihadirkan saja. Akhirnya
Dewi pun masuk ke kantor kepala sekolah tempat pertemuan itu.
Setelah duduk, terjadi adu mulut dengan DM karena chat Dewi
di group WA wali siswa yang menuding DM wartawan abal-abal atau gadungan.
Akhirnya Dewi pun meminta maaf.
Sama dengan Mulyani, Dewi juga mengatakan tidak tahu kalau
Callysta tidak nyaman karena diganggu temannya. “Sebaiknya, Callysta langsung
kasih tahu saya,” katanya.
Ketika Mariam bertanya kepada Dewi, kenapa ia dikelarkan
dari group WA wali siswa, Dewi pun berdalih, karena permintaan wali siswa
lainnya. “Berarti Ibu berpihak, tetapi yang saya tahu Devi yang mendesak Bu Dewi.mengeluarkan saya dari group. Padahal group WA dibuat kan untuk saluran
penyampaian informasi dari sekolah kepada wali siswa. Hak saya untuk mendapat
informasi hilang dong,” tandas Mariam kesal.
Masalah Callysta belum bisa membaca, Dewi mengaku selain
Callysta ada 5 siswa di kelas 2-B yang belum bisa membaca. “Jadi ada 6 orang
yang belum bisa membaca. Saya kewalahan juga mengajarinya, selain waktu belajar
hanya 2 jam, juga harus memperhatikan siswa yang lain,” ungkapnya.
Mungkin di sekolah lain juga terdapat hal yang sama, siswa
kelas 1 naik ke kelas 2 tetapi tidak bisa membaca, siswa kelas 2 naik kelas 3 tetapi tidak bisa
membaca. Bahkan mungkin siswa kelas 3 naik kelas 4 dan seterusnya, tetapi tidak
bisa membaca. Kalau begitu siapa yang salah, tentu sudah pasti guru. Kenapa
bisa naik kelas, padahal yang paling mendasar saja, yakni membaca tidak bisa,
bagaimana mungkin dia bisa mengikuti
proses kegiatan belajar-mengajar yang ada.
(Danu)
Komentar
Posting Komentar