![]() |
Opini oleh Yakub F. Ismail |
Dalam beberapa minggu terakhir ini hampir tidak ada pemberitaan yang paling menyita perhatian masyarakat dunia kecuali sederet pernyataan ataupun keputusan/kebijakan kontroversial yang diambil Presiden Amerika Serikat (AS) terpilih Donald Trump.
Setelah berselang beberapa hari pasca dilantik, Trump
langsung mengeluarkan sejumlah kebijakan yang terbilang di luar dari dugaan
banyak orang.
Sebut saja keputusan tentang penarikan diri AS dari
pakta yang melawan perubahan iklim, yakni Perjanjian Paris (Paris Agreement).
Kebijakan ini dinilai banyak pihak termasuk paling
kontroversial dari yang pernah diambil Presiden AS ke-45 dan ke-47 itu.
Bagaimana tidak, implikasi dari keputusan tersebut
dapat menyebabkan pendanaan untuk penanganan perubahan iklim (climate financing)
menjadi lebih sulit terwujud.
Hal ini secara tidak langsung dapat memicu hilangnya
komitmen negara-negara maju terhadap pendanaan dan penanganan perubahan iklim
yang belakang semakin memburuk.
Dan tentu saja, dampak ekonomis paling parah akan dirasakan
negara-negara berkembang seperti Indonesia dalam hal pembiayaan rehabilitasi
kerusakaan ekologis akibat industrialisasi karena minimnya bantuan dana
internasional serta menghadapi tantangan serius dalam upaya transisi energi
ramah lingkungan.
Di samping keputusan debatable di atas, juga terdapat
sejumlah keputusan lain yang tak kalah kontroversial yang diprediksi bakal
memberikan dampak signifikan terhadap politik maupun ekonomi.
Kendati terkesan bias publik, apa yang diputuskan
Trump tentu punya landasan yang kuat. Sebut saja, peran AS sebagai negara
superpower yang juga bertindak sebagai polisi dunia sebagai satu-satunya
pertimbangan di balik keluarnya kebijakan-kebijakan tersebut.
Trump, seperti jamak diketahui, merupakan sosok
pemimpin AS dengan sederet keputusan yang sulit ditebak sejak menjabat presiden
periode pertama.
Bertolak pada gagasan "Make America Great
Again" saat kampanye Trump di periode pertama pencalonan presiden
menunjukkan ada kecenderungan mengembalikan kejayaan Negeri Paman Sam yang
sempat melemah.
Trump menyadari bahwa selama beberapa dekade
belakangan, konsentrasi kebijakan AS lebih berorientasi keluar, sehingga
membuat ketahanan dalam negeri sedikit keropos.
Semangat yang sama kembali ia dengungkan di periode
keduanya. Terbaru, untuk meningkatkan ketahanan dan keamanan dalam negeri Trump
berencana akan membangun sistem pertahanan udara “Iron Dome" di AS. Hal
ini bertujuan untuk mengantisipasi kemungkinan terburuk serangan dari luar
akibat meningkatnya eskalasi konflik global.
Dari sinilah, kita bisa memahami latar belakang
munculnya sederet kebijakan atau keputusan Trump yang terkesan pro-kontra.
Lantas, seperti apa implikasi politik dan ekonomi dari
keputusan-keputusan Trump terhadap dinamika dan percaturan global?
Implikasi
Politik
Selain kuputusan mengeluarkan AS dari Paris Agreement,
Trump juga diketahui membuat beberapa kebijakan yang punya implikasi serius
terhadap politik global. Mulai dari deportase massal imigran hingga upaya
membuka kasus kematian Presiden AS ke-35, John F. Kennedy.
Terkait kebijakan imigran, misalnya, sejak pada minggu
pertama masa jabatan kedua Trump, kurang lebih 2.400 migran ditangkap.
Penangkapan tersebut diduga ditujukan terutama kepada imigran yang pernah
terjerat kasus hukum. Menariknya, kasus deportasi ini termasuk yang paling
massal dalam sejarah deportase di AS.
Tidak hanya itu, Trump juga rencana menyingkap dokumen
rahasia pembunuhan J.F. Kennedy yang selama ini ditutup-tutupi.
Jika saja ini dibuka ke publik, maka tidak menutup
kemungkinan misteri di balik kasus kematian Kennedy bakal terkuak, dan
siap-siap menyeret siapa saja yang ikut terlibat dalam kasus misterius ini.
Masih mengenai kontroversi Trump, belum lama ini
dirinya berniat merelokasi warga Gaza, Palestina ke Mesir dan Yordania –
sebelumnya sempat muncul wacana Indonesia sebagai salah satu opsi negara tujuan
relokasi – yang banyak ditentang oleh sejumlah negara termasuk Inggris bahkan
oleh PBB (Persatuan Bangsa-Bangsa).
Alasan di balik penolakan usulan Trump ini bisa
dipahami lantaran ide tersebut secara tidak langsung mendukung kepentingan
Israel yang sejak awal ingin menguasi penuh wilayah Palestina serta tindakan
tersebut bernuansa pembersihan etnis yang mana sangat bertentangan dengan HAM
itu sendiri.
Ikatan Media Online (IMO) Indonesia sendiri menolak
ide tersebut, karena tidak selaras dengan spirit bangsa Indonesia yang
menghendaki perikemanusiaan (kemanusiaan yang beradab) dan perdamaian dunia.
Sebab, jika ide tersebut disetujui, maka itu sama
artinya dengan turut serta dalam melakukan tindakan kejahatan terhadap
kemanusiaan itu sendiri. Satu tindakan yang nyata-nyata bertentangan dengan
semangat nilai-nilai Pancasila yang sangat kita junjung tinggi.
Sebab, jika Indonesia memilih bungkam apalagi sampai
mendukung ide "pembersihan warga Gaza" maka komitmen terhadap
Pancasila patut dipersoalkan.
Termasuk dalam hal ini, Indonesia perlu mengambil
langkah-langkah dialogis dan komunikatif bersama negara-negara di dunia,
utamanya yang kontra terhadap usulan Trump terkait relokasi masyarakat Gaza
untuk bersatu dalam barisan perjuangan membela hak-hak Palestina atas tempat
tinggal mereka.
Dan langkah ini belakangan telah dilakukan oleh
Presiden Prabowo Subianto yang senantiasa gencar membangun relasi dan
komunikasi dengan negara-negara sahabat seperti Malaysia untuk tetap
menyuarakan kemerdekaan Palestina.
Dampak
Ekonomi
Selain dampak politik, sejumlah kebijakan Trump
seperti keputusan menarik AS dari World Health Organisation atau WHO juga
berpengaruh besar terhadap dimensi ekonomi global.
Pasalnya, dengan keluarnya Negeri Paman Sam maka akan
berdampak serius terhadap isu pembiayaan kesehatan global melalui WHO.
Ini antara lain dikarenakan AS menyumbang sekitar 18%
pendanaan untuk WHO. Selain itu, lebih dari setengah kontribusi dana yang
disumbang AS adalah untuk memerangi sejumlah penyakit menular seperti
tuberkulosis, yang itu sangat bermanfaat bagi masyarakat global.
Perlu diketahui bahwa AS sejauh ini merupakan pendonor
kesehatan global teratas di dunia. AS tercatat memberikan US$ 15,8 miliar pada
2022. Jika Washington keluar dari WHO maka beban pembiayaan mulai dari
penelitian, vaksin, kampanye kesehatan hingga pembiayaan penanganan penyakit
menular lainnya akan terganggu dan bisa berakibat buruk.
Tidak hanya itu, naiknya Trump juga nyatanya memicu
perang dagang yang amat serius antara AS dengan Tiongkok.
Memang kedua negara ini kini terlibat dalam persaingan
sengit dalam upaya pengembangan bisnis dan kekuatan global. Kedua negara terus
berlomba untuk memperkuat fondasi baik ekonomi maupun militer.
Wajar ketika salah satu merasa terancam atau tersaingi
maka timbul reaksi tak biasa sebagai respons alamiah. Dan ini lah yang saat ini
terjadi antara AS dan China.
Di awal masa pelantikannya, Trump langsung
mengeluarkan pernyataan yang terkesan siap mengambil langkah serius untuk
mencegah upaya China dalam menguasai pasar atau bisnis global.
Hal itu direspon Trump melalui rencana pengenaan tarif
10% atas produk impor dari Negeri Tirai Bambu. Hal ini menimbulkan reaksi
negatif oleh pemerintah China. Sebab, langkah tersebut dinilai bakal
menciptakan situasi pelik dalam hubungan dagang antara China dan AS.
Menariknya, AS juga ternyata memberikan ancaman serupa terhadap negara tetangganua seperti Kanada dan Mexico. Ia memperingatkan kedua negara perbatasan jika gagal membantu AS mengamankan wilayah perbatasan maka bersiap-siap dikenakan tarif sebesar 25% terhadap produk dari Meksiko dan Kanada yang masuk ke AS.
Lantas, bagaimana dengan Indonesia di tengah
ketidakpastian global akibat sederet kebijakan kongroversial yang diambil
Trump?
Indonesia, ikut ataupun tidak dalam permainan ini,
tetap akan menerima dampak. Ibarat sebuah sistem global yang menghubungkan
semua negara bangsa dalam satu rumus permainan, maka tak satupun yang bisa
mengelak dari setiap perubahan atau gangguan yang terjadi di dalamnya.
Indonesia pada kenyataannya terlibat dalam relasi
bisnis dengan hampir seluruh negara di dunia, terutama dengan China dan AS
sebagai representasi dua negara adidaya sekarang ini.
Pemerintah Indonesia karenanya harus berhati-hati
dalam mengambil langkah dan keputusan merespons impuls negatif yang diciptakan
dari situasi memanas antara AS dan China. Lebih khususnya lagi atas sejumlah
kebijakan Trump.
Salah mengambil langkah atau salah menempatkan posisi
di tengah percaturan global yang sengit dan pelik ini tidak hanya berdampak
pada kerentanan ekonomi Indonesia ke depan. Lebih dari itu, ia juga berpotensi
berakibat fatal terhadap seluruh kebijakan ekonomi politik nasional.
Penulis
adalah Ketua Umum Ikatan Media Online (IMO) Indonesia
Komentar
Posting Komentar