Sekjen DPP LSM Pelopor Indonesia Menyoroti Tajam PT Tentvoo Technology Indonesia: Diduga Terindikasi Lakukan Beberapa Pelanggaran
![]() |
Foto Tim DPP LSM Pelopor Indonesia Bersama Andrea HRD PT Tentvoo Technology Indonesia |
Tangerang (Beritanewsbanten.com) ---Dewan Pimpinan Pusat Lembaga Swadaya Masyarakat (DPP LSM) Pelopor Indonesia menyoroti tajam PT Tentvoo Technology Indonesia (TTI) yang beralamat di Jalan Raya Serang, Nomor 07 Desa Gembong, Kecamatan Balaraja, Kabupaten Tangerang, Banten.
Sekretaris
Jenderal (Sekjen) DPP LSM Pelopor Indonesia, Heru mengatakan, perusahaan yang
memproduksi berbagai model sandal terbuat dari bahan sintetis itu, terindikasi
beberapa dugaan pelanggaran.
Menurut
Heru, berdasarakan keterangan dari sumber yang terpercaya bahwa dugaan indikasi
mencakup berbagai jenis pelanggaran yang dilakukan PT Tentvoo Technology
Indonesia di antaranya :
A.
karyawan yang diduga tidak memiliki BPJS Kesehatan maupun Ketenagakerjaan.
B.
Diduga mempekerjakan karyawannya lebih di atas jam normal hingga 12 jam kerja
per hari.
C.
Mempekerjakan 7 orang Tenaga Kerja Asing (TKA) yang diduga tidak memenuhi
persyaratan Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing (RPTKA) secara sah.
"Berdasarkan
keterangan yang kami peroleh dari sumber terpercaya, perusahaan yang memproduksi
berbagai model sandal terbuat dari bahan sintetis yang terletak di Jalan
Serang, Desa Gembong, Balaraja itu diduga sudah melakukan beberapa aspek
pelanggaran", kata Heru kepada Beritanewsbanten.com.
"Ini
sudah mengakibatkan dugaan beberapa sanksi yang beragam, mulai dari karyawan
yang diduga tidak memiliki BPJS Kesehatan maupun Ketenagakerjaan, mempekerjakan
karyawan hingga 12 jam per hari, dan mempekerjakan 9 orang tenaga asing yang
diduga tidak sah dengan RPTKA," sambung dia.
Dalam
hal itu, Heru mengungkapkan bahwa pihaknya sudah melayangkan surat Klarifikasi
pada Senin (16/06/2025) lalu,dengan Nomor 157 DPP-LPI/ KLARIFIKASI
AUDIENSI/VI/2025 terhadap pihak perusahaan tersebut.
"Untuk
itu kami sebagai penggiat kontrol sosial telah mengambil sikap atas dugaan
pelanggaran tersebut, Surat Klarifikasi yang kami layangkan beberapa hari yang
lalu kabarnya sudah diterima oleh pihak PT Tentvoo Technology Indonesia,"
ungkapnya.
Selain
itu, kata Heru, ia bersama Wakil Sekretaris Jenderal (Wasekjen) DPP LSM Pelopor
Indonesia Ismet Supriyadi dan satu awak media, mengunjungi perusahaan tersebut
pada Kamis (19/06/2025) untuk menindaklanjuti Surat Klarifikasi yang sudah
diterimanya.
![]() |
Foto Kunjungan Tim DPP LSM Pelopor Indonesia |
Dalam
jadwal kunjungan ke PT Tentvoo Technology Indonesia, Tim DPP LSM Pelopor Indonesia
bertemu langsung dengan Andrea bagian Human Resources Development (HRD) di
ruang sekuriti.
Ditengah
obrolan antara pihak HRD perusahaan dengan Tim DPP LSM Pelopor Indonesia
dikemukakan, Heru melontarkan beberapa pertanyaan kepada Andrea (HRD) terkait
upah, jam kerja, jumlah karyawan, hingga BPJS yang dimiliki seluruh
karyawannya.
Andrea
(HRD) menimpal pertanyaan Heru, saat itu ia menyebut bahwa dimana perusahaan
tempat ia bekerja mempekerjakan sebanyak 152 jumlah karyawan.
Andrea
juga mengaku jika upah yang diberikan kepada karyawannya sebesar Rp 110 ribu
per hari selama 12 jam.
Tak
hanya itu, dia pun berkata bahwa setiap tahun untuk peningkatan upah karyawan
selalu ada, mengingat tampak di dalam area pabrik terlihat kontruksi bangunan
baru yang masih dalam proses pengerjaan.
"Untuk
karyawan kita di sini bekerja 12 jam per hari, tapi kalau BPJS itu kan ada,
untuk menjamin seluruh karyawan, walapun mereka bekerja 12 jam, untuk jumlah karyawan kita ada 152 orang
semua ada BPJS," ungkap Andrea di hadapan Tim DPP LSM Pelopor Indonesia
dan awak media di ruang tunggu sekuriti, pada Kamis 19 Juni 2025.
“Dan
kalau untuk upah karyawan Rp 110 ribu per hari, kita kan masih ada tambahan
lagi. Kan suka naik, kita tuh gak stak di situ. Untuk saat ini ya, karena
perusahaan kita ada proses pembangunan lagi kemungkinan ada kenaikan,"
kata Andrea lagi.
Merespons
pengakuan dari Andrea sebagai HRD PT Tentvoo Technology Indonesia, Heru
selanjutnya berencana akan melaporkan hal tersebut ke beberapa instansi
terkait.
Dari
seluruh keterangan resmi dari HRD tersebut, maka Heru akan kembali bersurat ke
Dinas Ketenagakerjaan (Disnaker) Kabupaten Tangerang, Direktorat Jendral
(Ditjen) Imigrasi Provinsi Banten, penyelenggaraan Jaminan Sosial (BPJS) bidang
Pengawasan dan Pemeriksaan (Wasrik).
"Lantaran
upah karyawan sebesar Rp 110 ribu per hari dengan status Harian Lepas (HL)
sesungguhnya itu tidak sesuai dengan aturan yang sudah ditentukan pemerintah,"
terangnya.
"Soal
dugaan pelanggaran lain yang akan kami laporkan ke Dinkes Kabupaten Tangerang
di Desa Tobat Balaraja, penyelenggaran Jaminan Sosial (BPJS) bidang Wasrik, dan
Ditjen Imigrasi Provinsi Banten, agar seluruh instansi terkait yang punya
kewenangan dapat mengaudit dan membuktikan keabsahan legalitas perusahaan
tersebut," pungkas Heru.
Redaksi
Komentar
Posting Komentar