Jakarta (Beritanewsbanten.com) --- Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) menyambut baik pembentukan Direktorat Tindak Pidana Perempuan dan Anak dan Pidana Perdagangan Orang (Direktorat PPA dan PPO) Bareskrim Polri dan menunjuk Brigjen Desy Andriani sebagai direktur.
Ketua Komnas Perempuan Andy Yentriyani berharap
langkah maju pihak kepolisian dapat mendorong pelayanan yang lebih optimal dan
komperhensif dalam penanganan kasus-kasus kekerasan perempuan berhadapan dengan
hukum (PBH) baik sebagai korban, saksi dan juga tersangka. Dengan resmi
dibentuknya Dittipid PPA dan PPO penguatan tidak hanya di nasional dan daerah.
“Mengingat jumlah pelaporan dan jenis kasus yang
semakin kompleks, kehadiran Direktorat PPA-PPO merupakan kebutuhan yang
genting. Karenanya, penunjukan Brigjen Desy Andriani sebagai Direktur PPA-PPO
merupakan langkah maju yang kita perlu apresiasi dan kita dukung agar segera
strukturnya diperkuat hingga ke daerah,” ujar Andy Yentriyani di Jakarta,
Minggu (22/9/2024).
Lebih lanjut, Komnas Perempuan mencatat dalam semester
pertama 2024, telah ada 2.343 kasus yang dilaporkan langsung ke Komnas
Perempuan. Artinya kata Andy, hampir 12 kasus per hari. Jumlah ini sambungnya,
hampir sama dengan tahun sebelumnya, dimana sebanyak 4.374 kasus yang dilaporkan
ke Komnas Perempuan. Bahkan di laman Simfoni Kementerian Pemberdayaan Perempuan
dan Perlindungan Anak (KPPPA), jumlah kasus dilaporkan ke pusat terpadu di
berbagai wilayah nusantara hingga tengah pada September 2024 mencapai 18.213
kasus.
“Melalui Direktorat
ini, pihak Kepolisian akan lebih tanggap dan semakin mampu menghadirkan rasa
keadilan bagi korban, utamanya perempuan korban kekerasan” ujarnya.
Hal ini karena kehadiran Direktorat PPA-PPO dapat
menjawab keterbatasan Unit PPA Bareskrim selama ini. “Selain kewenangan, kehadiran Dit PPA-PPO
berarti penguatan sumber daya manusia, maupun sarana prasarananya untuk
menangani berbagai bentuk kekerasan terhadap perempuan,” jelas Andy.
Andy mengatakan, Komnas Perempuan bersama KPPPA dan
Kompolnas serta lembaga layanan korban sangat mendukung terobosan yang telah
dicetuskan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo sejak 2021 lalu. Gagasan
tersebut kemudian diteguhkan melalui Peraturan Presiden No.20 Tahun 2024
tentang Perubahan Ketiga atas Peraturan Presiden No. 52 Tahun 2010 tentang
Susunan Organisasi dan Tata Kerja Kepolisian Negara Republik Indonesia yang
meningkatkan Subdit PPA menjadi Direktorat.
Sementara dalam penegakan hukum, menurut Komisioner
Siti Aminah Tardi, Polri senantiasa mendapatkan mandat dari setiap lahirnya
undang-undang terkait perempuan dan anak. UU tersebut antara lain UU Nomor 23
Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (PKDRT), UU Nomor
21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO), UU
Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak (SPPA) dan UU Nomor 12
Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS).
Dikatakannya di seluruh UU ini memberikan mandat pada
pelaksanaan tugas dan peran Polri dalam menerima pelaporan, pengaduan,
penyelidikan dan penyidikan yang tidak terbatas pada pengumpulan alat bukti
untuk dihadapkan di persidangan melalui proses penuntutan, namun juga berperan
untuk memberikan perlindungan sementara, merujuk saksi dan korban untuk
mendapatkan layanan pendampingan dan pemulihan.
”Tugas Direktorat ini tidak mudah, khususnya dalam
membangun perspektif korban dan mengintegrasikan layanan penegakan hukum dengan
layanan pelindungan dan pemulihan korban. Kami berharap lewat Dir PPA-PPO
penanganan dan pelindungan kasus-kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak
akan lebih optimal dan komprehensif,” tambahnya.
Pembentukan Direktorat ini juga merupakan bagian
implementasi CEDAW dan Rekomendasi Umum No.33 tentang akses perempuan pada
keadilan. CEDAW menekankan kewajiban negara untuk memastikan hak-hak perempuan
terhadap keadilan terpenuhi setidaknya dalam enam hal. Pertama, adanya hukum
yang dapat digunakan untuk melindungi perempuan dan menghukum pelaku. Kedua,
ketersediaan peradilan dan mekanisme penegakan hukum untuk menerapkan hukum,
baik yang bersifat formal maupun non formal, yang tersedia di dalam masyarakat
sebagai bagian dari pluralitas sistem hukum yang berlaku. Ketiga, dapat
diaksesnya sistem peradilan maupun mekanisme-mekanisme yang tersedia. Keempat,
sistem peradilan yang memiliki kualitas pelayanan yang prima, yaitu efektif,
efisien, independen, imparsial, sensitif gender, dan berpusat pada kebutuhan
korban. Kelima, pemulihan untuk korban dan keenam, akuntabilitas dari sistem
peradilan.
“Direktorat ini, karenanya, adalah upaya memperkuat
pelaksanaan kewajiban negara atas akses pada keadilan. Kehadirannya juga perlu
terus diperkuat melalu perumusan hukum, kebijakan, program, dan prosedur yang
tidak mendiskriminasi perempuan dan memastikan bahwa hukum, kebijakan, dan
program terimplementasi secara efektif,” ujar Komisioner Theresia Iswarini
Oleh karena itu, Komnas Perempuan mengajak semua pihak
untuk memantau pelaksanaan kerja Direktorat ini akan mengefektifkan akses dan
layanan terhadap hukum yang dapat dinikmati oleh setiap korban perempuan dan
anak.
Lebih lanjut, Komisioner Maria Ulfa Anshor menyatakan
bahwa penunjukan Brigjen Desy Andriani sebagai Direktur PPA-PPO adalah wujud
dukungan nyata Kapolri terhadap kepemimpinan perempuan. “Dalam komitmen pengarusutamaan
gender, dukungan bagi kepemimpinan perempuan adalah krusial. Komnas Perempuan
berharap Polri akan terus meningkatkan jumlah Polwan, termasuk di Direktorat
PPA-PPO, dan memberikan afirmasi terhadap kepemimpinan perempuan dalam
organisasi Polri,” ujar Maria.
Ia juga berharap bahwa penunjukan Brigjen Dessy akan
menjadi motivasi bagi para Polwan lain untuk bekerja dengan optimal dan
mencapai jenjang kepangkatan seperti beliau. Redaksi
Komentar
Posting Komentar